Saturday, December 3, 2016

Learning The Hard Way

You know, selama kurang lebih enam bulan ini rasanya aku selalu penuh dengan penyesalan. Menyesal karena sudah memilih jalan yang well, menurut aku agak salah. Jalan yang awalnya aku kira ini sebagai anugerah, rejeki, tapi ternyata sebuah ujian. Walaupun kalo kata orang setiap ujian itu pasti ada pelajaran yang bisa diambil setelahnya, tapi tetep aja susaah banget rasanya untuk tau apa sebenarnya pelajaran yang sedang dan akan diberikan. Tiap hari yang ada malah stress, sampai pernah kepikiran buat konsultasi ke psikolog. The lowest point in my life so far. Ujian usia 26.

Setelah isinya cuma bisa menggerutu, menyalahkan diri sendiri, dan lain sebagainya, sekarang aku udah sampai pada tahap "terserah". Rasanya udah mati rasa, males untuk berusaha memperbaiki keadaan. Karena memang untuk saat ini masih belum bisa gerak ke mana mana, jadi yasudah terima aja. And i began to see this job as a paycheck. Only paycheck. Aku kerja karena sudah dibayar, apa yang bisa dan harus dikerjakan ya dikerjain, tanpa ada niat untuk bisa berinovasi, mengembangkan diri, memperbaiki sistem, you name it. Jadi tiap hari ibarat udah kayak autopilot, yang mengerjakan hal yang relatif sama setiap harinya, sampe-sampe tanpa mikir pun bisa. Itu gak bener banget sih, bukan sesuatu yang sehat. And exactly not things I want to do. Tapi aku bisa apa?

Setelah sekian lama mencoba buat "bodo amat", aku malah seakan baru ditunjukkan pelajaran apa yang kira-kira sedang aku jalani. I began to look at my surroundings. I analyze the environment. Dan tiba-tiba semuanya kayak kebuka aja gitu. Pelajaran yang sebelumnya gak pernah aku dapet di tempat lain (well, mungkin karena cuma tempat ini yang kondisinya begini. agak aneh). Pelajaran yang nantinya bisa aku terapkan (atau tidak diulangi) di kemudian hari, kalau misal aku nanti jadi boss, misalnya.

Learn how to keep going even though you have this dis-functional boss.
Boss yang... entahlah, kerjanya udah antara ingin dan tak ingin. Yang udah masanya pensiun tapi tetep kerja jadinya gak bisa megang sama sekali (and the company has nothing to do with it). Dari awal udah gak ada gregetnya, as a manager she never really cares about her subordinates. We have this huge workloads, with limited resources to do that job, and it's worsen by the lack of system capabilities and so on. And she never tries to manage those workloads. Never asks their subordinates whether we have difficulties or not. Everyday she just sits at her desk, opens email, but we never know what she is doing. Every emails, even hard complain from pax, she never reply it. Mungkin gak dibaca juga kali.
I hate her so much. Perhaps I get too emotional sometimes, but how on earth orang yang udah gak produktif kayak gitu masih aja disuruh kerja? Manager pula! Yang setiap hari temen-temen selalu nanyain tentang pembagian kerja, atau penyelesaian case apa, atau rencana apa, pasti sama aku. Instead of her. Ya udah aja sini aku yang jadi manager sekalian! (I don't really want that position, tho. it's just sarcasm. Mending aku jadi manager di tempat lain aja yang lingkungannya agak bagusan!)

My SM and VP expect us to work better, faster. Iya kita yang dibawah sih udah cepet kerjanya, sigap tiap ada komplain atau kasus apapun. Tapi mandek di bosnya. Harusnya dia yang dimusnahkan dulu tuh baru semuanya bisa makin lancar. Gak jadi bottleneck di atas. Funny thing is, saking kita udah keselnya dan malesnya berurusan sama manager itu, karena pasti cuma jadi diribetin dan gak akan ketemu solusinya, aku sama temen-temen lain jadinya koordinasi sendiri. Gak pernah melibatkan dia. Karena percuma, gak bisa diajak kerjasama. Isinya malah dia jualan bisnisnya terus. Bales email setelah H+sekian dan nanyain apakah ini udah diproses apa belum, padahal itu case udah solved dari beberapa hari yang lalu. dan dia di-cc in loh di email. Do you even read? hellooooow!

Sampe sekarang, branch offices yang dari luar negeri juga tiap email ada kasus pasti langsung ke aku doang. Mau kasus ecek-ecek atau kasus gede sekalipun. Padahal tiap bales aku juga udah cc in si manager itu, tapi tiap mereka email selalu managernya diilangin. Usut punya usut, ternyata mereka udah pernah email ke manager itu tapi gak pernah dibales (boro, dibaca aja kagak kali) makanya udah kesel dan larinya ke aku. See? ngeselin kan orang itu. Pasca Haji bukannya membaik malah makin ngeselin.

Bayangin punya bos yang super gak fungsional kayak gitu. siapa yang gak emosi jiwa? Perasaan dari dulu bos-bos aku bener semua deh, dia doang yang gak beres. Imho, untuk menjadi bos, atau atasan atau apalah itu, dia harus udah selesai dengan dirinya dulu. Jadi abis itu dia bisa fokus untuk mengawasi anak buahnya, coordinating, dan lain sebagainya. Dan kalo menurut dunia HR yang dulu pernah aku pelajari, setiap boss atau calon boss itu harus ada fit and proper test dulu. Apakah dia layak dan mampu untuk memimpin anak buahnya? bukan cuma masalah teknis aja (itu sih wajib banget dia punya technical knowledge di atas anak buahnya), tapi juga personal skill nya. Apakah dia bisa memimpin, menginspirasi anak buahnya? apakah dia mampu untuk membagi pekerjaan secara adil kepada anak buahnya? Apakah dia bisa melihat potensi, kelebihan dan kekurangan masing-masing anak buahnya, sehingga bisa meng-assign pekerjaan sesuai dengan porsinya? Apakah dia bisa melihat potensi yang bisa dikembangkan dari tiap anak buahnya? Apakah dia siap dan sanggup untuk menjadi semacam "tameng" dan membela anak buahnya ketika mereka dihadapkan dengan workload yang berlebihan? Apakah dia bisa negotiating atas pekerjaan yang sudah overload yang tidak bisa dihandle oleh anak buahnya? Apakah dia bisa care dan melihat apakah anak buahnya itu sudah overworked, overload, demotivated, and so on?
See, it's not easy to be a leader. Dan jaman sekarang banyak banget ada leader tapi bossy banget, yang maunya cuma merintah dan tau beres, gak pernah ada feedback atau dialog sama anak buahnya. And being a leader is not about which one has the longest tenure. Not at all. Leader is about how to put the right man on the right place, in the right time.

PS. I will continue to write in this post. There are still so many things to write. Sekarang mau siap-siap kentjan dulu LOL




0 comments:

Post a Comment