hhhhhh
rasanya.. sudah lama sekali gak mampir ke sini. maaf, bukannya bermaksud buat sombong. apalagi bermaksud melupakan dan meninggalkan. tidak sama sekali. cuma, akhir-akhir ini hati dan hidup ini rasanya sedang sangat sendu diterpa badai dari segala arah. berhubung suasana hati juga lagi gak menentu, jadi lebih baik memilih diam. diam itu emas, kan? andai saja pepatah itu masih berlaku.
mengawali malam kembalinya aku di dunia maya ini, rasanya pengen banget bisa bercerita banyak. berbagi sedikit pengalaman aku selama "cuti" sebentar dari jagad percurhatan ini. (ampun dah bahasanya). well, ada banyak banget cerita, yang selama ini aku pendam sendiri. benar-benar sendiri. aku udah ngerasa gak punya siapa-siapa, siapa-siapa yang bisa selalu sedia menampung semua celotehanku, semua hal omong kosong yang mungkin sangat sepele dan tidak berarti. akhirnya aku terbiasa untuk diam sendiri. toh, diam itu emas, kan? lagi.
tapi yang namanya manusia, sediam apapun, sekuat apapun niatan ku buat menyimpan segalanya sendiri, tetap saja gak bisa. benar-benar sulit dan menyiksa. karena seperti yang dikutip oleh Dee di novelnya yang berjudul Madre, "menulis blog bukan hanya merupakan rutinitas, tetapi juga terapi." ya, terapi. karena saat kita -atau aku- mulai menorehkan seuntai demi seuntai kata, walaupun kadang dengan diksi dan gaya bahasa ngawur acak-acakan dan dipaksakan, tanpa kita -atau aku- sadari itu sudah membantu mengeluarkan "racun-racun" di dalam pikiran dan perasaan kita -atau aku-. hasilnya? masalah mungkin masih tetap ada, tetapi bebannya... sedikit berpindah. ke suatu hal yang bernama blog ini. terima kasih.
dan mengenai postingan-postingan aku sebelumnya. aku tau dan sadar betul bahwa semua hal yang pernah aku post sebelumnya benar-benar merefleksikan diri aku, yang ternyata masih sangat labil dan tidak dewasa. memang, pada awalnya aku berdalih bahwa "ini blog blog aku sendiri, jadi terserah aku dong mau nulis apa. lagi pula tidak banyak orang yang tau dan peduli. dan bahkan mungkin gak akan ada yang baca." ya, begitulah, dan mungkin sampai saat ini aku masih akan tetap berpikiran demikian, terus menulis apapun yang aku pikirkan dan pengen aku tulis, walaupun kadang di kemudian hari aku kembali tersadar, bahwa betapa naifnya aku selama ini. terserah.
tapi aku gak mau cuma menjejali tempat ini dengan segala keluh kesahku tentang hal yang sama. aku udah terlampau lelah untuk itu. jauh di dalam lubuk hati yang paling dalam, aku ingin bisa tertawa lepas seperti dulu, tertawa lepas bagai seorang anak kecil yang didorong oleh ayahnya di atas ayunan. tertawa lepas, seakan dunia dan segala isinya tersedia untuk dia.. tertawa lepas, sampai tulang pipi ini rasanya pegel dan mau lepas. aku pernah, tertawa lepas seperti itu. bener-bener sampai tulang pipi ini rasanya sakit sekali karena kebanyakan kontraksi. tapi kenyataannya, walaupun mulutku tertawa lepas, hati ku tidak. bukan cuma tulang pipiku yang sakit, tapi ternyata, hatiku justru lebih sakit.
entah apa ini namanya, entah apa yang lagi aku tulis sekarang, entah kenapa segalanya berubah menjadi dingin dan datar, bagai berjalan di atas balok es. berusaha mencari kehangatan, yang entah berada di mana sekarang.
hey, untuk kamu. terima kasih, untuk semuanya. aku udah terlalu lelah buat berbasa-basi. aku udah terlalu muak untuk menjelaskan semua, hal-hal yang gak akan pernah bisa kamu ngerti, entah karena penjelasanku yang sulit dimengerti, atau emang kamu nya yang gak pernah mau ngerti.
aku capek, selama ini kamu selalu misunderstood. aku capek, selama ini harus selalu jadi satu-satunya pihak yang berusaha, berharap, dan berjuang untuk ini. aku sedih, ketika akhirnya segala sesuatu yang udah aku usahakan selama ini sia-sia. bagaikan debu yang dengan sekejap hilang tersapu angin. aku sakit, saat akhirnya aku tau bahwa kamu gak pernah kasih kesempatan sama sekali ke aku.
sekuat apapun aku berusaha, kamu gak pernah mau terima, iya kan? aku gak butuh penjelasan panjang lebar dari kamu, aku udah terlalu capek. toh semua yang udah sempat kamu jelasin keorang-orang, ke orang lain, dan bahkan gak langsung kamu sampaikan ke aku, aku tau semua itu pasti cuma alibi kan? apapun alasan kamu saat itu, kenyataan yang menilai segalanya, dan ternyata, itu semua cuma alibi. cukup tau saja.
sekarang, silahkan kamu beredar di luaran sana, aku gak akan menghalangi kamu lagi. mungkin di sana kamu bisa dapetin sesuatu yang jauuuuuh jauh lebih baik. dan akhirnya memang kamu udah dapetin itu, kan? selamat. aku hargai keputusan kamu, pilihan kamu, walaupun awalnya aku masih egois untuk tetap berusaha mempertahankan kamu, bahkan aku sampai menjelek-jelekkan diri ku sendiri, menyalahkan diriku sendiri, demi menghibur diriku sendiri dengan menanmkan bahwa "dia pergi, karena kesalahan kamu."
tapi ternyata? bahkan alam semesta pun tau, apa yang sebenar-benarnya terjadi. ternyata bukan aku, tetapi kamu. kamu inti dari segalanya. kamu. yang, tidak. berhati.
pergi sajalah. toh kamu sudah dapetin yang lebih baik. pergi sajalah. toh semua yang aku lakukan gak pernah bisa bikin kamu kembali dan tetap berada di sini.
kamu tau gimana rasanya? saat sesuatu yang pernah kita miliki dan dekap dengan erat, tiba-tiba hilang begitu saja? tanpa bekas? saat suatu hal yang awalnya kita kira sebagai cerminan diri kita sendiri, saat segala keutuhan kita terpancar dan tercipta dari keberadaan orang itu? saat "cerminan" diri itu tiba-tiba retak, patah, dan bahkan hancur?
kelak kamu akan merasakan hal itu. sakit itu.
pergi saja, aku gak akan menghalangi lagi.
dan aku akan menutup pintu itu, pergi berlari. menjauh, dan takkan menengok ke belakang lagi.
pergi saja ke arah ke manapun yang kamu suka. atau tetap berdiam di sana, terserah.
tapi aku, aku akan terus berlari. berlari. dan berlari.
mata ini panas. tapi aku sudah terlalu lelah untuk menangis.
berlari. berlari.
Consumed by Caregiving
4 hours ago
0 comments:
Post a Comment